Kompetensi dan Profil Dasar Penduduk
Kompetensi adalah keyakinan diri akan kemampuan dalam
menghadapi berbagai macam permasalahan dalam kehidupan. Kemampuan ini sangat
tergantung pada cara berpikir sebagai sesuatu yang paling substantif dalam diri
kita, karena merupakan pernyataan eksistensi seseorang yang mendasari sikap dan prilakunya.
Kompetensi suatu masyarakat sangat bergantung
pada cara berpikir yang diwujudkan oleh segenap individu sebagai keseluruhan
sumber daya manusia. Cara berpikir yang tinggi kualitasnya hanya mungkin
dicapai melalui taraf pendidikan yang utuh sepanjang hayat, karena pendidikan
merupakan long-lift effort dalam observasi dan pengukuran yang mendasari
aktivitas manusia yang bermakna.
Kompetensi
dasar dan kebutuhan dasar manusia adalah dua sisi yang saling menentukan.
Bersadarkan kompetensinya manusia menentukan kebutuhan dasarnya.
Kebutuhan
Dasar Penduduk
Sebagaimana
diungkapkan oleh Maslow (1970) manusia adalah makhluk hidup yang cukup unik
dalam kebutuhan dasar hidupnya. Kalau makhluk hidup diluar manusia kebutuhan
dasar mereka lebih utama pada kebutuhan fisiologi untuk bertahan hidup,
walaupun dsebagai pelengkapan kebutuhan mereka juga memiliki nalurifisik bagi
keamanan eksistensinya. Demikian pula manusia juga membutuhkan keamanan fisik,
keselamatan, ketentraman dan perlindungan fisik.
Jadi kebutuhan
dasar manusia yang paling hakiki dapat dikelompokan sebagai kebutuhan
fisiologi, fisik dan psikologi, dan pemenuhan akan kebutuhan merupakan
kewajiban dan hak azasi setiap orang. Dengan demikian pangan sangat
penting dan harus selalu tersedia.
Dalam undang-undang No. 7 Tahun
1996 tentang pangan didefinisikan ketahanan pangan (food resistance). Ketahanan
pangan merupakan kondisi terpenuhinya kebutuhan fisiologi bagi rumah tangga
yang tercermin tersedianya pangan, air dan udara yang cukup, baik jumlah maupun
mutunya, aman, merata dan terjangkau.
Kebutuhan
Fisiologi
Keamanan dan ketahanan pangan
Dari kebutuhan
fisiologi terlihat bahwa keamanan pangan (food safety) merupakan kriteria
penting dalam mewujudkan ketahanan pangan yang kokoh disamping ketersediaan
pangan (food availability), keterjangkauan pangan (food accessibility),
penerimaan pangan (consumer acceptability atau consumeability). Keamanan pangan
diartikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari
kemungkinan kerusakan, pencemaran biologi, kimia, dan benda lain yang dapat
mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia (Fardiaz 2001).
Pada saat ini
FAO/WHO mendeklarasikan bahwa “memperoleh pangan yang cukup, bergizi, dan aman
di konsumsi adalah hak setiap orang”. Keamanan pangan menjadi tolak ukur yang
sangat penting dalam perdagangan internasional yang semakin ketat. Pada FAO
World Food Submit tahun 1996 semua negara telah menyatakan kesepakatan untuk
setiap saat menerapkan kebijakan dalam menyediakan pangan yang cukup, bergizi
dan aman untuk di komsumsi serta dengan pendayagunaan yang efektif.
Lingkungan
dan Keamanan Pangan
Berbicara
tentang keamanan pangan tidak dapat dilepaskan dari masalah lingkungan. Dampak
lingkungan dengan status keamanan pangan sangat erat kaitannya. Karena pangan
akan menjadi tidak aman untuk dikonsumsi dalam kondisi lingkungan yang buruk
dan tidak mendukung.
Dari dampak lingkungan yang buruk
itulah maka pangan akan tercemar oleh bahaya hayati seperti cemaran
bakteri patogen, bahaya kimia seperti
cemaran bahan-bahan kimia berbahaya, dan bahaya fisik seperti cemaran pecahan
gelas, logam, dan benda-benda asing lainnya.
Pada dasarnya
pangan yang kita makan selain untuk memenuhi kebutuhan tubuh karena lapar
tetapi juga yang terpenting adalah karena zat melalui gizinya digunakan oleh
tubuh untuk membangun tubuh dan mempertahankan kehidupan. Pangan yang masuk
kedalam tubuh akan dicerna, zat gizinya diserap dan digunakan dalam metabolisme
di dalam tubuh. Keamanan pangan sangat erat kaitannya dan berpengaruh terhadap
status gizi masyarakat pada khususnya dan terhadap perkembangan sumber daya
manusia pada umumnya (Fardiaz 2002).
Perkembangan
ilmu gizi berjalan begitu pesat antara lain telah ditemukan berbagai penyebab
penyakit yang disebabkan karena kekurangan gizi. Pengembangan sumber daya manusia pada umumya
berkaitan dengan masalah gizi. Masalah gizi sangatlah penting karena gizi
sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan organ tubuh.
Kasus
Keracunan Pangan
Masalah keamanan pangan berupa keracunan
karena pangan masih banyak terjadi di
Indonesia. Kasus-kasus keracunan pangan sering dilaporkan oleh media masa yang
pada umumnya terjadi karena penanganan pangan yang salah disektor industry jasa
boga non formal.
Presentasi terbesar dari kasus
keracunan karena pangan paling banyak bersumber dari kasus dirumah tangga yaitu
sebesar 46,7%, diikuti oleh kasus karena perusahaan jasa boga atau catering
sebesar 22,4%, pangan olahan sebesar 15,1%, dan pangan jajanan sebesar 14,5%.
Umumnya cemaran mikroba karena
kondisi lingkungan yang buruk menjadi penyebabnya, yaitu terjadi kontaminasi
silang dari lingkungan yang kotor kepangan yang sudah dimasak. Bahan beracun
dan berbahaya juga dapat merupakan kontaminasi pada makanan dari kemasan yang
tidak ramah lingkungan seperti sterofoam terutama apabila digunakan untuk membungkus
makanan yang panas.
Cemaran
Bahan Kimia
Cemaran bahan kimia berasal dari
kegiatan manusia seperti kegiatan industry dapat tersebar melalui udara, tanah,
dan air. Tetapi dapat puola memalui hewan atau tumbuhan yang biasa dikonsumsi
oleh manusia. Penyabab utama pencemaran pada pangan adalah udara, tanah, dan
air yang tercemar oleh bahan-bahan kimia, seperti emisi dari industry dan
knalpot kendaraan.
Salah satu keracunan karena bahan
kimia yang paling dikenal adalah keracunan mercury yang terjadi di Minamata
Jepang yang kemuduan dikenal dengan sebutan penyakit minamata. Contoh keracunan
pangan karena bahan kimia lainnya adalah kasus keracunan yang terjadi di
Amerika Serikat pada tahun 1985.
Sebanyak
1.373 orang mengalami keracunan karena makan semangka yang ditanam pada tanah
yang diolah menggunakan pestisida.
Badan
Pengawasan Obat dan Makanan
Badan POM yang dulu berada
sebagai bagian dari Kementrian Kesehatan saat ini merupakan badan otonom yang
mengatur dan mengawasi kebutuhan dasar masyarakat akan makanan, obat-obatan
termasuk komplemen makanan (vitamin, mineral, dan sebagainya) serta kosmetik.
Badan POM menyebutkan bahwa kasus
pencemaran makanan yang menimpa siswa SD, SMP, SMA, dan Universitas umumnya
karena kurangnya pengawasan pada pedagang keliling yang menjual makanan atau
minuman yang menggunakan baha-bahan kimia berbahaya dalam pengolahan makanan
tersebut.
Di samping itu Badan POM juga
mengawasi peredaran dan pejualan suplemen makanan seperti vitamin A, B, C, D,
dan E sera peredaran berbagai bahan kosmetik dan obat-obatan.
Food Contamination Monitoring
Programe sangat aktif memantau pencemaran pangan oleh bahan kimia dan
menjelaskan bahaya dari pencemaran pangan. Tujuan dari pemantauan ini antara
lain untuk mengetahui seberapa jauh manusia dan lingkungannya terpapar oleh
cemaran berbahaya baik bahaya biologi maupun bahaya kimiawi.
Dengan memperoleh informasi ini, kebijakan
terhadap pengendalian pencemaran baik terhadap lingkungan maupun manusia. Pada
akhirnya dapat dikatakan bahwa pencemaran pangan dapat secara efektif dikurangi melalui
pengendalian lingkungan. Dengan demikian, peningkatan kepedulian terhadap
lingkungan sangat berperan dalam membantu meningkatkan pangan secara langsung.
Upaya
Meningkatkan Keamanan Pangan
Dari segi pengawasan ada 2 cara
utama yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keamanan pangan yaitu, 1. Upaya
pencegahan (preventive control), 2. Upaya penindakan secara hokum (Law
Enforcement). Upaya untuk selalu meningkatkan kepedulian akan lingkungan adalah
salah satu upaya pencegahaan agar masalah keamanan pangan dapat diatasi.
Seharusnya upaya pencegahan ini menjadi prioritas awal dan utama dalam
pengawasan keamanan pangan.
Diharapkan dengan upaya ini
budaya untuk menghasilkan bahan maupun produk pangan yang aman akan berkembang.
Melalui penindakan secara hokum tetap harus dilakukan agar jika terjadi
pelanggaran-pelanggaran atas peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Tindakan
Represif
Kebutuhan dasar fisiologi yaitu
untuk memperoleh kesehatan fisik, masih dapat diperkuat dengan latihan fisik
seperti olahraga, yoga, pijat refleksi dan sebagainya. Realitas yang dihadapi
masyarakat sering kali tidak sesuai dengan harapan.
Indonesia dikenal dengan negara tropika yang
kaya raya, tetapi dengan ironi adanya angka kemiskinan masyarakat yang cukup
bermakna. Dengan demikian ketahanan fisiologi pangan akan sulit dapay dicapai,
sehingga derajat kesehatannya pun akan menurun dan resiko sakit akan
menumbuhkan keseimbangan kembali untuk mendapatkan status kesehatan. Untuk itu
diperlukan tindakan represif atau kuratif.
Oleh karena itu keperluan
kompetensi atau keterampilan profesi kedokteran. Berbagai keadaan sakit akan
memerlukan pendekatam berbagai cabang kedokteran, contonya kedokteran syaraf,
kedokteran gigi, kedokteran kebidanan dan sebagainya. Oleh karena itu pelayanan
kedokteran dilengkapi dengan pelayanan rumah sakit sebagai pelayanan represif
atau kuratif (pengobatan).
Jadi kecukupan pangan yang tidak
tercapai itu perlu diatasi dengan berbagai cara:
1.
Dengan berbagai suplemen seperti vitamin A, B, C,
D, E dan sebagainya. Juga dengan suplemen seperi minyak ikan, omega 3, 6, 9, bawang
putih dan lain-lainnya.
2.
Dengan minum jamu, yang berfungsi ganda. Secara
umum para penjual jamu dikenal sebagai penjual obat, seperti obat cabe
lempuyang, beras kencur dan brotowali. Jadi sebenarnya penjual jamu itu lebih
tepat disebut sebagai penjual suplemen makanan.
3.
Apabila sakit diperlukan obat dan profesi
farmakologi (ilmu tentang obat-obatan).
Dalam perkembangan ilmu kesehatan
dan ilmu kedokteran juga timbul perkembangan yang cukup dinamik. Dalam ilmu
kedokteran dimulai dengan perkembangan community
medicine (pengobatan m asyarakat) dan disusul adanya community healty (kesehatan masyarakat). Dewasa ini di sebuah
perguruan tinggi ada gejala menyatukan keduanya dalam salah satu lembaga
pendidikan kesehatan: kesehatan masyarakat, pelayanan kesehatan dan kedokteran.
Dalam profesi kesehatan juga
muncul nama-nama yang multidimensional
seperti Prof. Dr.dr Mahar Mardjono yang berdimensi ilmuan (neurologi),
kepribadian sosial kemanusiaan ( pembela perjuangan pemuda/mahasiswa dalaam
kasus Malari) dan sangat atentif (tinggi
kepeduliannya terhadap orang lain), sehingga tepat disebut sebagai ilmuan paripurna (Soerjani 1997 dalam
Mahar, Perjuangan Pendidik dan Pendidik Pejuang).
Kebutuhan
fisik
Kebutuhan fisik terdiri atas keamanan dan ketentaraman sosial.
Perlindungan
Manusia memerlukan perlinduangan
fisik, berupa perumahan yang aman
untuk dihuni, bebas dari keadaan atau tatanan alam yang dapat menimbulkan
risiko seperti gempa bumi, aman dari letusan gunung berapi, longsoran, banjir,
badai dan sebagainya. Jadi singkatnya berada di satu ruang yang sama. Dalam
tatanan masyarakat saat ini yang dimaksud dengan perlindungan juga termasuk
gangguan dari kemungkinan ulah manusia seperti kebakaran, kemungkinan
kebanjiran dan kejahatan.
Perbedaan antara kecukupan dalam
kehidupan juga mengakibatkan perbedaan mutu rumah sebagai perlindungan
keluarga. Pada umumnya rumah di desa keadaannya sederhana
tetapi cukup untuk keperluan perlindungan diri dan keluarga. Sedangkan rumah di
kota menunjukan kesenjangan cukup bermakna antara rumah kampung yang
miskin disela-sela rumah mewah dan
bertingkat
Ketentraman
Ketentraman sosial adalah
perlindungan dari kericuhan yang ditimbulkan oleh manusia seperti pencurian,
perampokan teror dan huru-hara lainnya. Perlindungan terhadap gangguan manusia
diharapkan dari ketentaraman yang dijamin dengan hukum dan peraturan
perundang-undangan buatan manusia. Akhirnya ketentaman masyarakat ini juga
harus mengacu pada hukum kosmos dari tatanan alam.
Ketentraman lahir ini sangat mempengaruhi
ketenteraman batin. Pada umumnya untuk hidup di kota dituntut ketahanan diri
yang kuat untuk menghadapi tantangan ketenteraman lahir batin. Pada tahun 2012
angka kejahatan mencapai 316.500 kasus
mengenai penculikan, pembunuhan, korupsi
, narkoba dan lain-lain.
Kebutuhan
Psikologi
Kebutuhan
dasar manusia dan keberadaanya dalam lingkungan hidup juga menimbulkan masalah
sikap kejiwaannya. Untuk itu dikenal psikologi lingkungan (environmental
psychology) (bonnes & secchiaroli 1995; sarwono 1992).
Sikap dan
prilaku manusia sangat dipengaruhi oleh prilaku ruang (spatial behavior). Hal
ini mungkin sekali akan menimbulkan ketegangan lingkungan (environmental
stress), misalnya keadaan ruang yang akan memicu kejiwaan seseorang, sifat
cahaya, suasana dan suhu. Lebih lanjut juga terpengaruh luas/sempitnya ruangan,
yang akan berpengaruh terhadap dimensi teritorialitas dan privacy seseorang.
Environmental
stress akan berpengaruh pada diri seseorang, sesuai dengan lamanya
keadaan.gangguan yang dapat diterima olehnya untuk menanggapinya. Jadi pada
dasarnya pengaruh lingkungan terhadap kejiwaan seseorang dapat bersifat
internal, eksternal, maupun tresendental.
Faktor
Internal
Factor
internal yang mempengaruhi seseorang dapat berbeda-beda. Dalam kehadiran
seseorang dalam lingkungan hal itu sangat tergantung pada:
(1) Jati diri
yang merupakan refleksi dari egoisme seseorang, yakni dari kepercayaan diri,
kemandirian, maupun keyakinan akan kompetensi maupun perasaanya dalam
kehidupaan.
(2) Empati
yakni kemmapuan untuk mengenal dan memahami perasaan orang lain dalam sistem
sosial dimana dia berada. Dengan empati seseorang akan berusaha untuk
“kompromi” dalam menyesuaikan diri dengan sistem sosial dimana dia berada.
(3) Altruisme yakni sikap dan perilaku untuk berusaha menolong orang
lain, bahkan kadang-kadang dengan
mengesampingkan keperluan diri sendiri. Jadi sikap yang terpuji adalah gabungan
aantara egoism, empati dan memantapkan jati dirinya sendiri terlebih dulu.
Kepentingan orang lain yang harus ditolong pun harus berdasarkan menolongnya
agar dia mampu mandiri untuk dapat mengikis ketergantungan pada orang lain.
Dalam
hubungan ini istilah jangan diberi ikan, tapi kail walaupun sepintas lalu baik,
tetapi perlu ditelaah lebih jauh dari kepedulian lingkungan kita. Mengail
(memancing ikan) sebenarnya harus dilihat dari urutan dosa berikut:
·
Dosa karena menyakiti yang dijadikan umpan,
·
Dosa karena menipu ikan, dan
·
Dosa menyakiti ikan yang terpancing, yang mungkin
mulutnya terpaksa disobek.
Jadi
perlu diganti dengan ungkapan jangan diberi ikan, tetapi ajarkan cara memelihara ikan.
Faktor Eksternal
Dalam
kehidupan bermasyarakat, kita juga akan sangat mendapatkan pengaruh factor
eksernal, yakni factor prilaku kepedulian sesaama dan factor kehormatan.
(1) Kepedulian
atau caring for, factor diperhitungkan keberadaan kita;selengkapnya factor
eksternal yang kita harapkan adalah caring, loving, and belonging within the
society where one belongs.
(2) Kehormatan
atau sikap esteem, mulai dari self-esteem, kehormatan diri diantara sesamanya,
inter-personal esteem, kehormatan antar sesama (maslow 1970).
Dalam
kehidupan yamg berlangsung secara fisik dan kimiawi juga mungkin terjadi
keteledoran perilaku yang tanpa sengaja dapat membahayakan kehidupan. Misalnya
dalam berbagai kegiatan dibidang industri, perdagangan, pertanian, transportasi
dan sebagainya dapat terjadi factor eksternal seperti penggunaan pupuk dan
pestisida, termasuk bahan yang berbahaya (peledak, narkoba, dan lain-lain), pembuangan limbah
industri dan sebagainya.
Untuk
mempertajam kewaspadaan dan kerja sama antar sector dalam penggunaan bahan
beracun dan berbahaya, telah disusun profil nasional tentang pembinaan
infrastruktur pengelolaan bahan kimia
insonesia (badan POM 2005).
Faktor Transendental
Tuhan
yang menciptakan kita berada dimana di mana kita berada yang selalu merasa
dekat dengannya, tetapi kita tidak sama dengan Tuhan, karena hubungan kita
dengan tuhan adalah hubungan transendental. Tuhan itu absolute sedang kita ini
relatif (nisbi). Karena itu seperti banyak diungkapkan oleg ca knur (madjid:
11-12) menjadi orang-orang benar tunduk pada ajaran agama itu sulit. Manusia
harus tegas menegakkan keadilan (ajaran nabi musa), tetapi keadilan yang
disertai kebaikan hati kita (ajaran isa almasih).
Oleh karenanya berbuatlah keadilan dengan
disertai kebaikan yang setulus-tulusnya. Jadi keduanya sikap adil dan baik
hati itu perlu diungkapkan sekaligus satu sama lain. Contoh lain yang meminta
perhatian adalah sikap kasatria (prawiro, jawa) yang tidak cukup dengan sikap
melindungi atau menjaga perwiranya itu (afif, arab) tetapi juga harus dengan
sikap yang tidak disertai kesombongan akan kelebihan diri yang berlebihan
(madjid 2002: 95).
Tuhan
menciptakan manusia dengan segenap perangkat dan pengada agar selalu berupaya
meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Jadi hari esok harus lebih baik dari hari
ini, sehingga rugilah kita kalau keadaan diesok hari sama dengan hari ini.
Oleh
karena itu seperti dikatakan Prof. Emil Salim dalam melaksanakan pembangunan
dengan meningkatkan kesejahteraan lahiriah dan batiniah, sebenarnya lah manusia
telah melaksanakan ibadah sebagaimana diperintahkan pencipta-Nya. Jadi
pembangunan bersumber pada pengabdian serta penddekatan diri pada tuhan yang
maha esa (salim 1986).
Pendekatan Strategic Pengelolaan Kimia
Di Dahia, brazil pada tahun 2000
telah diselenggarakan pertemuan yang disebut forum (ke III) dari SAICM,
Strategic Approach to International Chemical Management. Dalam pertemuan
tersebut telah disepakati deklarasi dahia yang berkaitan dengan prioritas
sebagai berikut:
§ Kendala-kendala
dan keamanan kimia
§ Keamanan
pemukiman dan kesehatan
§ Pengumpulan
data tentang kecelakaan (kimia)
§ Pengelolaan
resiko dan pengendalian penggunaan pestisida yang beracun
§ Pengemabangan
kapasitas kelembagaan
§ Tindak
lanjut SAICM di setiap negara
Pertemuan
ini dihadiri oleh 122 wakil negara, 11 lembaga antarnegara seperti WHO, ILO,
UNEP, FAO, UNDP, UNESCO, dan
sebagainya.dalam mengembangkan kerja sama internasional tentang penyelamatan
penggunaan bahan kimia, diharapkan agar world customs organization (WCO) ikut
mengatur dan mengawasi peredaran lalu lintas bahan kimia antarnegara.
Disepakati
bahwa dana yang ada pada global environmental safety (GEF) dapat diluncurkan
untuk melaksanakan konvensi stockholm pada tahun 2006.
Tim Koordinasi
Pengelolaan
Bahan Kimia Secara
Strategic
Sebagai tindak
lanjut komitmen pemerintah indonesia sejak tahun 1997 telah dibentuk tim teknis
pengelolaan bahan kimia terpadu yang terdiri atas wakil lintas sector dengan
kementrian lingkungan hidup sebagai leading sector dengan dibantu oleh badan
POM (badan pengawas obat dan maakanan).
Sector
yang terkait di dalam tim tersebut adalah komisi pestisida, kerja sama
BATAN-Depkes, badan kesehatan dan keselamatan kerja, komisi AMDAL (komisi
kelayakan pembangunan), forum koordinasi manajemen kimia terpadu, dan berbagai badan
lain yang dalam pembentukan seperti pusat pengendalian keracunan/pusat
informasi keracunan.
Berbagai
kegiatan penunjang perlu dikembangkan seperti pendidikan, mulai sekolah dasar,
menengah sampai perguruan tinggi, pelatihan, pertemuan antar sector, dan
lain-lain.
Berbagai
peraturan perundangan yang terkait dengan masalah ini antara lain:
·
UU No. 11 Th. 1967 tentang peraturan pelaksanaan
pertambangan.
·
UU No. 1 Th. 1970 tentang keselamatan kerja.
·
UU No. 5 Th. 1984 tentang industri.
·
UU No. 12 Th. 1992 tentang pertanian termasuk
pestisida.
·
UU No. 14 Th. 1992 tentang pengangkutan barang.
·
UU No. 21 Th. 1992 tentang pelayaran dan larangan
pembuangan limbah di lautan.
·
UU No. 23 Th. 1997 tentang lingkungan hidup.
·
UU No. 6 Th. 1998 tentang konvensi penggunaan senjata
(termasuk bahan peledak) dan
·
UU No. 74 Th. 2000 tentang bahan kimia berbahaya.
Profil
nasional tentang infrastruktur pengelolaan bahan kimia di indonesia juga
menyangkut produksi, impor-ekspor serta penggunaan bahan kimia. Disamping itu
juga disertai perencanaan dan pengawasan pengelolaan sumber, industri, rumah
sakit, hotel, rumah makan, dan sebagainya (anon 2005).